Laman

Lazada Indonesia
Home » » Caleg Nomor Urut Satu Bisa Gagal Meraih Kursi Pemilu 2014 Gunakan Sistem Suara Terbanyak

Caleg Nomor Urut Satu Bisa Gagal Meraih Kursi Pemilu 2014 Gunakan Sistem Suara Terbanyak

Javanews.co, Jakarta – Caleg nomor urut satu belum pasti terpilih dalam Pemilu Legislatif 2014. Dengan sistem suara terbanyak peluang caleg nomor urut jadi atau sepatu sama-sama terbuka. Semua tergantung keahlian dalam merebut suara pemilih.
Koordinator Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Muchtar Sindang menilai, nomor urut bukanlah faktor utama yang bakal menentukan kemenangan seorang caleg di pemilu.

Oleh karena itu, saran dia, caleg dengan nomor urut besar tak perlu ciut nyali melanjutkan sosialisasi bersaing dengan caleg nomor satu saat pemilu.

Kata dia, justru dengan nomor urut besar caleg punya beban yang lebih kecil ketimbang caleg nomor urut satu.

Muchtar menyakini, kesuksesan caleg di pemilu legislatif lebih ditentukan pada faktor kerja keras dan kerja cerdas. Caleg, yang bisa membawa hal baru yang positif di masyarakat saat berkampanye akan berpeluang dipilih sebagai wakil rakyat.

"Suara terbanyak membuat kompetisi antar caleg menjadi terbuka. Elit parpol yang dapat nomor satu bisa tumbang dengan orang biasa. Jadi tak ada alasan caleg nomor urut besar takut bersaing dengan nomor urut satu," ujar dia.

Muchtar berharap, kader partai tidak saling menjatuhkan hanya karena persoalan nomor urut. Dikatakan, banyak kantong suara yang bisa dibagi antar caleg ketika terjun ke konstituen.

"Meski kenyataan di lapangan sulit dihindari gesekan antar caleg nomor urut kecil dan besar. Tapi semua caleg harus tetap optimistis," harap dia.

Ketua DPP Partai Golkar Firman Soebagyo menilai, sudah tidak relevan jika caleg memperdebatkan nomor urut yang sudah masuk dalam Daftar Caleg Sementara (DCS) di KPU. Dengan sistem suara terbanyak, setiap caleg berpeluang untuk terpilih.

Dia mengakui, persoalan nomor urut kadang menimbulkan riak permasalahan di internal parpol. Namun, hal tersebut tidak boleh berlarut-larut karena tugas caleg selanjutnya lebih penting, yakni bersosialisasi memenangkan partai.

"Itu adalah konsekuensi (ketidakpuasan). Semua partai pasti mengalami, karena memang tidak bisa semua diakomodir sesuai keinginan. Tapi kita nggak khawatir akan timbul perpecahan. Ini kan cuma fenomena politik biasa," ujarnya, kemarin.

Wakil Ketua Komisi IV DPR ini menyatakan, partainya menentukan nomor urut caleg dalam DCS berdasarkan penilaian yang terukur. Caleg yang menempati nomor urut satu tidak bisa ujug-ujug dari langit.

"Jadi yang kami masukkan ke DCS itu kader-kader terbaik berdasarkan kriteria terbaik. Kalau ada yang tidak puas, ya apa boleh buat itu sulit dihindari," tegas dia.

Berbeda dengan Firman, politisi PDIP Arif Budimanta menilai nomor urut cukup berpengaruh terhadap keterpilihan. Dengan Pemilu legislatif (Pileg) mengadopsi sistem proporsional terbuka dengan suara terbanyak. Secara psiokologis caleg nomor urut kecil lebih diuntungkan.

"Itu keuntungan psikologis saja, kalau hasil tergantung usaha dan penilaian masyarakat," kata anggota Komisi XI DPR ini.

Dijelaskan, keuntungan psikologis yang dimaksud adalah nomor urut 1 mudah dilihat pemilih. Nomor satu juga selalu berhubungan dengan hal-hal terbaik. "Dimana-mana orang melihat nomor satu dan nomor dua itu kan calon favorit yang dikehendaki partai. Bagi parpol dan caleg nomor pasti punya makna," katanya.

Selain keuntungan psikologis, kata dia, tidak ada keuntungan signifikan yang di dapat caleg nomor urut kecil. Kalaupun pemilih mencoblos lambang parpol tanpa mencoblos nama caleg, suaranya tidak otomatis diberikan ke nomor satu.

"Orang yang nyoblos partai tetap menjadi suara partai, nanti dikumpulkan dengan suara yang mencoblos caleg, setelah itu dikumpulkan baru menjadi suara partai. Kemudian di partai nomor satu yang paling tinggi suaranya siapa, dikasih suaranya itu ke suara tertinggi," cetusnya.

Politisi Gerindra Martin Hutabarat bilang, sebenarnya nomor satu atau berapa pun, sama saja. Karena sistem pemilu terbuka atau berdasarkan suara terbanyak. Menurut Martin, semua caleg yang diusung parpol pada dasarnya merupakan figur terbaik. "Semua caleg itu kader terbaik dari partai. Bukan berarti nomor satu itu yang terbaik," ujar Ketua Fraksi Gerindra di MPR ini.

Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi menilai, nomor urut menjadi sangat penting untuk caleg yang akan jadi anggota DPR.

Karena, nomor urut atas bisa mendatangkan dukungan secara finansial kepada bacaleg. Soalnya, nomor urut satu akan dipastikan lebih berpeluang mendapatkan kursi anggota dewan.

"Nomor urut satu itu sangat penting buat bacaleg, karena, banyak sponsor yang mau membiayai. Nomor urut satu juga dianggap peluang memperolah kursi di parlemen," pungkasnya.

Nomor Kecil Untung Hanya Mitos & Asumsi
Ray Rangkuti

Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (Lima) ini menilai, nomor urut tidak berpengaruh dengan tingkat elektabilitas calon anggota legislatif.

Jadi kontestan pemilu tidak perlu meributkan nomor urut dalam daftar calon sementara (DCS).

"Pemilih akan memilih nomor lebih kecil itu hanya mitos dan asumsi. Soalnya semua caleg dengan sistem sekarang mendapatkan nomor urut kecil (1-10). Jadi mereka tetap terlihat dalam kertas suara saat pemilihan," ujarnya, kemarin.

Ray mengungkapkan, dengan sistem suara terbanyak maka terpilihnya caleg lebih ditentukan dari caranya mendekatkan diri kepada rakyat dan cara mensosialisasi program kerja pro rakyat.

Hipotesa dia, nomor urut hanya berpengaruh kalau ada anggota DPR yang kena PAW (Pergantian Antar Waktu-red). Rakyat pun tidak terlalu memperhatikan nomor ketika memilih.

"Kalau masyarakat percaya dengan caleg pasti akan memilih caleg itu. Yang penting caleg ketika sosialisasi jangan lupa memberitahu nomor urutnya biar masyarakat mudah mencontrengnya waktu pemilihan," saran dia.

Ray menyarankan, kader parpol tidak meributkan nomor urut. Dia juga meminta, parpol tidak melakukan bongkar pasang nomor urut setelah menyerahkan DCS. Merubah nomor urut dikhawatirkan akan menimbulkan kericuhan dan ketidakpastian antar bacaleg.

"Bila KPU memberi kesempatan seluas-luasnya untuk parpol bongkar pasang nomor, maka elite partai akan melakukan tawar menawar dengan caleg, bahkan menjadi alat intimidasi. Bisa ada kegaduhan nanti," ingatnya.

Kalau Masuk Kotak Suara, Pemilih Percaya Nomor Kecil Jago Partai
Adi Wibowo

Pengamat politik Manifest Institute ini menilai, nomor urut berpengaruh terhadap tingkat keterpilihan. Caleg dengan nomor urut kecil lebih mudah dilihat di kertas suara sehingga hal itu memudahkan warga saat ingin mencontreng.

"Sosialisasi nomor urut kecil lebih mudah ketimbang nomor besar. Selain itu rakyat banyak yang percaya nomor urut satu itu pasti tokoh yang dipercaya partainya. Makanya, mereka cenderung memilih nomor satu," katanya, kemarin.

Adi menilai, pemilih ketika berada di kotak suara selalu ingin cepat melakukan proses pemilih. Mereka enggan berlama-lama di kotak suara melihat daftar caleg satu persatu. "Rakyat tidak mau menghabiskan banyak waktu di kotak suara hanya untuk lihatin caleg. Dalam kondisi ini caleg nomor satu diuntungkan," katanya.

Dia mengatakan, caleg dengan nomor urut satu juga lebih diuntungkan dari caleg nomor urut di bawahnya. Sebab, nomor urut ini bisa melakukan klaim sebagai kader yang dipercaya dan dijagokan oleh partainya.

"Pemilih yang tidak mencontreng caleg hanya contreng partai, suaranya dilimpahkan ke nomor urut satu. Dari sini saja nomor urut itu sangat menguntungkan," katanya.

Adi menilai, gaya memilih rakyat Indonesia masih tradisional. Masih banyaknya rakyat berpendidikan membuat mereka enggan berlama-lama di kotak suara mencermati caleg partai.

"Kertas suara saat pileg itu banyak ada DPR, DPRD I dan II, banyaknya kertas ini membinggunkan. Ujungnya-ujungnya warga tidak akan lihat caleg tapi, lihat nomor urut yang berada atas saja," pungkasnya.

Pengaruh Terhadap Psikologis Masyarakat
Yus Fitriadi

Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mengatakan, setidaknya ada dua hal yang mengguntungkan caleg nomor urut kecil. Pertama karena psikologis masyarakat melihat nomor urut teratas 1, 2 atau 3 lebih diuntungkan. Kedua, mainstream berpikir politisi bahwa terbukanya sistem pemilu masih berlangsung setengah hati.

"Rakyat tidak semuanya mau melihati semua daftar caleg. Yang hampir pasti mereka lihat tentu nomor urut kecil karena letaknya di bawah," katanya, kemarin.

Menurut dia, caleg mengincar nomor urut kecil karena ingin rakyat mudah ingat saat melakukan sosialisasi. Karena alasan kemudahaan itulah, peserta pemilu ngotot mengincar nomor kecil dengan mendekati elit parpol.

"Memang ada kesan nomor I lebih mudah diingat ketimbang 8. Tapi peluang nomor besar tetap ada kalau sosialisasi serius dan intensif," cetusnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Aprilino
Yayasan Wahana Bumi Hijau
Jln. Dr. Supomo Lr. Rizka Town House No. A-03 Palembang
Contact Person: 085764933087

Share this article :

0 komentar:

Post a Comment

Mohon Maaf Komentar : Mengandung SARA, Sex, Menghasut/provokasi dan sejenisnya akan kami "Hapus"

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Kabar Palembang - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger