Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfer Bumi yang paling penting.
Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam berupa kayu, tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat melalui budidaya tanaman pertanian pada lahan hutan. Sebagai fungsi ekosistem hutan sangat berperan dalam berbagai hal seperti penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup berjuta-juta flora dan fauna, dan peran penyeimbang lingkungan, serta mencegah timbulnya pemanasan global. Sebagai fungsi penyedia air bagi kehidupan hutan merupakan salah satu kawasan yang sangat penting, hal ini dikarenakan hutan adalah tempat bertumbuhnya berjuta tanaman.
Hutan penting buat kesejahteraan manusia. Hutan menutup hampir sepertiga Bumi dan menyediakan keragaman keuntungan sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup yang tak ternilai harganya. Hutan adalah sumber bagi tiga perempat air bersih, menstabilkan lereng dan mencegah tanah longsor, serta melindungi masyarakat pantai terhadap tsunami dan topan. Hutan juga membantu memerangi perubahan iklim, karena hutan menyimpan lebih banyak karbon yang ada di atmosfir.
Hutan Sebagai Penghasil Oksigen (O2) serta Penyerapan CO2 oleh tumbuhan memberi andil dalam mengurangi pencemaran CO2 di udara. Karbon dari CO2 ini disimpan di dalam jaringan tumbuhan (kayu) yang kemudian kayu ini berguna bagi manusia. Suatu laporan menyebutkan bahwa sebatang pohon selama hidupnya diprediksi mampu menyerap 7.500 gram karbon.
Lahan gambut merupakan salah satu penyerap karbon di planet ini, perluasan deforestasi dilahan gambut membuat peningkatan emisi CO2 dan CH4 (gas rumah kaca utaman). Hutan Gambut di Indonesia mempunyai luas 2.7 juta ha (ketebalan 2-15 m) dan hutan ini menempati peringkat keempat di Dunia setelah Russia, Kanada dan USA, menurut WEC 2010. Juga menyimpan 54 Gt karbon (UNEP 2011) yang senilai karbon dilahan gambut 7.42-22.09 USD/ha untuk 30 tahun.
Karbon tersimpan didalam hutan, jika vegetasi hutan sehat dan tumbuh, maka karbon pada kayu akan terakumulasi. Jumlah penyerapan karbon tergantung pada kelimpahan spesies pohon dan kerapatan yang tinggi, jumlah karbon yang tersimpan pada biomasa kayu di atas tanah hutan tropis mencapai 170-250 ton karbon/ha dengan nilai karbon hutan non-gambut 3.711-11.185 USD/ ha untuk 25 tahun.
Ketika pohon dan vegetasinya di tebang dan di bersihkan, hutan kehilangan kemampuanya untuk menyerap karbon dan karbon yang tersimpan di lepaskan kembali ke atmosfer. sekitar 17% dari emisi gas rumah kaca global berasal dari pembukaan dan pembakaran hutan, menurut Van der Werf Etal 2009.
Namun, Kondisi hutan di Indonesia saat ini sangatlah memperihatinkan, tercatat luas hutan di Indonesia pada tahun 1990 mencapai 116.567.000 ha, kemudian pada tahun 2000 berkurang menjadi 97.852.000 ha dan tinggal 88.496.000 ha pada tahun 2005.
Berdasarkan data Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), laju kerusakan hutan di Indonesia tahun 2002-2005 merupakan yang terbesar dan terparah di dunia. Setiap tahun, menurut FAO, rata-rata 1,871 juta ha hutan Indonesia hancur atau 2 persen dari luas hutan yang tersisa pada tahun 2005, yakni 88,495 juta ha.
Sedangkan pada tahun 2008, data Departemen Kehutanan sendiri mengungkapan laju deforestasi Indonesia antara tahun 2003-2006 mencapai 1,17 juta ha/th, 64.8% dikawasan hutan dan 35.2% diluar kawasan (APL).
Laju penggundulan hutan sangat tingggi terjadi di pulau Kalimantan, 6 X lapangan bola/menit yang nilai penyerapanya sama dengan 5 milyar ton CO2/th. Semetara di Sumatra, penenbangan liar bertanggungjawab atas hilangnya 380.000 ha/th hutan antara 1985-2007, atau sebanding dengan nilai karbon dari pencegahan deforestasi USD 1 milyar pertahun.
Kawasan laut Indonesia bagian barat mengemisikan karbon ke atmosfer dalam jumah besar, emisi karbon berasal dari pulau Sumatra, Kalimantan dan Jawa. KArbon terlarut tinggi di sungai Jawa karena kapadatan penduduknya, Kalimantan dan Sumatra karena eksploitasi lahan gambut yang membuka potensi terlepasnya karbon ke udara dan laut, menurut koropitan 2011.
Setiap tahun emisi CO2 bertambah (diatas atmosfer sekitar 7 ribu juta ton), dan umumnya tetap tinggal di atmosfer ratusan tahun, menurut Houghton 2004. Suhu meningkat dan jumlah uap air diatas atmosfer juga meningkat, dengan berubahnya suhu global menjadikan perubahan iklim global juga. Perubahan iklim di perkirakan mengakibatkab peningkatan curah hujan di Indonesia 2-3%/th.
Perubahan iklim juga berdampak pada kesehatan, seperti faktor iklim mempengarui penyebarab penyakit, misalnya demam berdarah dan malaria, dan perubahan iklim juga menimbulkan peningkatan hari hujan, berbanding lurus dangan peningkatan kasus demam berdarah.
Untuk menghindari semakin meluasnya kerusakan hutan di Indonesia perlu segera dilakukan upaya pelestarian hutan, diantaranya dengan meningkatkan partisipasi seluruh lapisan masyarakat terkait, terutama masyarakat sekitar hutan. Hal ini dimaksudkan agar di satu pihak mereka dapat membangun kehidupan yang lebih baik, tetapi di pihak lain dapat melestarikan dan menggunakan sumber daya alam berupa hutan secara berkelanjutan.
Hasil konggres kehutanan Dunia VIII 1978 dengan tema Forest for people menghasilkan sebuah bingkai paradigma Social Forestry, yaitu konsep hutan untuk rakyat sehingga orientasi pembangunan kehutanan tidak lagi dititik beratkan pada penerimaan yang sebesar-besarnya bagi negara, melainkan sebagai sumber pendapatan masyarakat melalui perannya baik secara individu maupun dalam bentuk koperasi.
Menurut UU RI No. 4 Tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan Lingkungan Hidup pada bab III mengenai hak, kewajiban, dan wewenang bahwa setiap orang mempunyai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, memelihara lingkungan hidup, mencegah kerusakan dan pencemarannya, dan berpartisipasi dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup.
Partisipasi akan terlaksana jika orang diikutsertakan dalam perencanaan serta pelaksanaan dari segala sesuatu yang berpusat kepada kepentingannya dan juga ikut memikul tanggung jawab sesuai dengan tingkat kematangannya atau tingkat kewajibannya.
Menurut John W. Newstrom dan Keith Davis, partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosional seseorang dalam suatu kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan kontribusi kepada tujuan kelompok dan berbagai tanggung jawab dalam pencapaian tujuan itu. Dengan demikian, partisipasi memiliki tiga unsur penting, yakni: 1). Keterlibatan, yaitu keterlibatan mental, perasaan, dan fisik, 2). Kontribusi, yaitu kesediaan untuk memberi sumbangan kepada usaha yang akan dilakukan guna mencapai tujuan kelompok, 3). Tanggung jawab.
Setidaknya ada tiga alasan penting melibatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kelestarian hutan; pertama, partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal. Kedua, masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program jika mereka dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaan. Dan ketiga, mendorong partisipasi umum, karena anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri.
Sumber: Kompasiana.Com
Oleh: Uun Nashikhun | 03 April 2013 | 13:44 WIB
Kunjungi Juga:
www.agrobisnis-online.blogspot.com
www.tokotani-online.blogspot.com
www.dmki.or.id
0 komentar:
Post a Comment
Mohon Maaf Komentar : Mengandung SARA, Sex, Menghasut/provokasi dan sejenisnya akan kami "Hapus"